Mahasiswa Unsri Menjadi Delegasi Perdamaian di UNESCO Chair Amerika
Senin, 09 September 2013 | [11502 Dibaca]
Mahasiswa Universitas Sriwijaya (Unsri), Youwen Sartika terpilih sebagai delegasi tunggal Indonesia utuk mengikuti International Leadership Training, Intergenerational Forum di University of Connecticut Amerika Serikat , pada tanggal 7 sampai dengan 18 Agustus 2013. Youwen mengatakan bahwa 70 pemuda dari 90 negara di enam benua termasuk dirinya harus berjuang keras menyingkirkan 430 orang lainnya untuk bisa mengikuti International Leadership Training.
Training kepemimpinan berbasis kemanusiaan oleh pembicara kelas dunia ini dilakukan untuk melahirkan duta perdamaian yang akan mengkampanyekan pentingnya hak asasi manusia. Selain itu pada kesempatan itu juga dilakukan debat layaknya diplomat yang memperjuangkan negaranya di forum PBB dengan materi yang disesuaikan dengan kebutuhan Millenium Development Goals masing-masing negara dan Universal Declarations of Human Right. Forum debat dipandu pegiat program Culture of Peace Unesco, Prof. Dr. Shyamala Raman dan Prof. Dr. David Adams. Pada forum itu juga dilakukan diskusi untuk mencari pemecahan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat dunia akhir-akhir ini, seperti masalah pendidikan, lingkungan, kesetaraan gender dan pergerakan wanita, hak untuk mengakses kesehatan, hak pemuda imigran dan refugee, perang, hak asasi pribumi (tanah, bahasa, budaya), kesejahteraan anak, kemiskinan dan kelaparan, intoleransi, dan human traficking.
Dalam membahas Education for Peace di Forum PBB, Youwen dibimbing langsung oleh Prof. Dr. Amii Omara-Otunnu, ketua Unesco Chair. Ia juga berkesempatan untuk mempresentasikan how to achieve MDG point ke 3 dan 11 , yakni tentang pendidikan dan perdamaian inklusif dengan topik Keindahan Semangat Bhineka Tunggal Ika dalam Keberagaman dan The Beauty and The Beast of Faith di depan Unesco Chair dan pemimpin muda dunia. Sebagai pemuda Indonesia, Youwen berusaha untuk meluruskan streotip dunia mengenai intoleransi Indonesia, terutama selepas Bom Bali I dan Bom Bali II yang menjadi sorotan dunia.
Para delegasi dari berbagai negara tersebut juga dididik menjadi aktivis dan pemimpin yang manusiawi untuk memperjuangkan hak asasi manusia dan peka terhadap isu kemanusiaan. Selain itu, semua anggota yang merupakan delegasi dari berbagai negara sekaligus dijadikan jaringan praktisi HAM tingkat regional, nasional maupun internasional. Oleh karena itu, katanya, setelah sesi terakhir summer school Unesco para delegasi diwajibkan menyampaikan action plan yang akan di terapkan di negara asalnya sebagai bentuk komitmen menjaga keharmonisan dan perdamaian dunia.
“Selain itu, bertepatan dengan perayaan International Youth Day dan pengumuman lomba video Youth labor migration reaping benefits, minimazing the risk , 12 Agustus 2013, para delegasi memiliki kesempatan untuk bersuara langsung di hadapan Sekjen PBB dan pembesar UNDESA, ILO, UNICEF, dan UNESCO di Markas Besar PBB New York. Para delegasi mempertanyakan mengenai Hak Asasi Pemuda Imigran yang bertujuan mengadu nasib di negara maju atau mengungsi karena adanya peperangan di negara asalnya , karena mereka sering diperlakukan seperti “ alien, dipekerjakan dibawah meja tanpa gaji yang layak ” , dianggap sebagai pencuri tanah orang, ditolak keberadaannya, dan tak sedikit yang homeless terjebak tanpa bisa pulang ke negeri asal karena tidak meiliki status,VISA atau kartu identitas,” kata Youwen .
Menurutnya kesempatan ini juga dijadikan sebagai ajang mempromosikan kebudayaan lokal dan musik tradisional, antara lain angklung. Satu set angklung yang ia bawa sempat dimainkan secara bergantian oleh para delegasi yang berasal dari berbagai negara, seperti dari Kamboja, Brazil, Amerika, Etopia, Roma, Afganistan, dan Australia. “ Mereka sangat senang memainkan alat musik angklung untuk mengiringi lagu Selamat Ulang Tahun karena pada malam Multicultural Night, bertepatan dengan Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke - 68.
Hal yang membuat Youwen sedih dan ingat kampung halaman pada kesempatan itu, yakni saat Hari Raya Idul Fitri. Ia tidak bisa merayakannya dengan ketupat bersama orang tua dan sanak saudara, tetapi saat itu malah mendengar kuliah umum dari Ms. Joanne Tawfilis, Co- Founder of The Art Miles Mural Project and Art Miles Shoes of Hope. (Yo*)
|