BERITA DAN INFORMASI |
AWK untuk Menemukan Ideologi yang Tersembunyi
Sabtu, 04 Juni 2011 | [12925 Dibaca]
Hal itu disampaikan Prof. Dr. Mulyadi Eko Purnomo, M.Pd. pada pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Tetap Bidang Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Sriwijaya di Gedung Serbaguna PPs Unsri 19 Mei 2011 lalu. Purnomo mengatakan, ideologi merupakan topik penting dalam Analisis Wacana Kritis (AWK) karena ideologi selalu mewarnai produksi wacana. Tidak ada wacana yang benar-benar netral atau objektif atau steril dari ideologi penutur atau pembuatnya. Apakah itu wacana ilmiah, jurnalistik, atau sastra, apakah itu wacana ekspositori, prosedural, naratif, atau hotatori, selalu mencerminkan atau sekurang-kurangnya mengandungi ideologi pembuatnya. "Tujuan AWK adalah untuk menemukan "ideologi" yang tersembunyi di balik suatu wacana, teks, atau pemakaian bahasa secara publik," kata Purnomo. Dalam penerapanya, kata Purnomo, AWK dapat diterapkan untuk analisis wacana media massa, analisis wacana politik, dan analisis wacana pembelajaran. Lebih lanjut Purnomo mengatakan, dalam media massa terdapat ideologi tersembunyi dari pemilik media itu. Pemilik mengusai seluruh kegiatan produksi, distribusi sampai konsumsi media. Media massa sebagai saluran komunikasi politik dan sosial masyarakat menjadi produsen informasi politik dan sosial yang harus setia kepada "pemilik" informasi. Media massa tidak ada yang benar-benar netral. "Media massa berada di bawah kepemilikan perorangan atau organisasi, dikelola oleh sekelompok pengelola, dan akhirnya dibaca oleh kelompok pembaca tertentu pula. Dalam setiap kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi informasi, terdapat kepentingan yang harus dipenuhi oleh media massa. Dalam rangka pemenuhan kepentingan inilah yang membuat media massa menjadi tidak benar-benar netral, tetapi berpihak. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa isi media massa memang tidaklah netral," katanya. Demikian juga dengan media massa elektronik, seperti radio, televisi, dan Internet. "Dalam media telivesi baik berita resmi maupun berita hiburan, dapat dilakukan analisis untuk menemukan ideologi yang tersembunyi. Dalam berbagai acara wawancara, dapat ditemukan bagaimana pewawancara menggiring nara sumber ke arah yang diinginkan. Tidak jarang terjadi debat antara pewawancara dan nara sumber karena pewawancara menarik simpulan sendiri yang ternyata tidak dimaksudkan oleh nara sumber. Juga terdapat kecenderungan pembagian waktu yang tidak adil antara beberapa narasumber yang mewakili pihak yang berbeda. Hal ini menarik untuk diteliti dengan menggunakan AWK," ujar Purnomo. Dijelaskannya, AWK sangat potensial untuk menganalisis bahasa politik dan bahasa hukum. Bahasa politik, seperti kampanye politik, pidato politik, pidato kenegaraan, maupun dalam rapat-rapat di lembaga politik. Bahasa hukum dalam linguistik terapan, terdapat suatu bidang kajian yang dikenal dengan linguistik forensik. Kajian ini membahas penggunaan bahasa dalam bidang hukum, yang mencakup identifikasi penutur atau penulis asli sebuah dokumen, interpretasi produk hukum, kesaksian ahli bahasa, bagaimana bahasa dipergunakan dalam proses hukum (peradilan) sejak polisi memeriksa terdakwa dan saksi sampai bahasa oleh hakim, jaksa, dan penasehat hukum dalam ruang sidang pengadilan. Linguistik forensik digunakan menentukan keaslian penulis dari suatu tulisan, seperti apakah sebuah surat wasiat benar-benar asli atau tiruan, atau keaslian sebuah dokumen dilihat dari ejaan yang berlaku dan gaya penulisan saat itu. Pada perkembangannya juga digunakan untuk menetukan keaslian suara dan gaya bicara dengan analisis fonetik. "Produk hukum terutama undang-undang yang memiliki konsekwensi pidana dan hukum acaranya, ditulis dengan bahasa hukum yang hanya dapat dipahami oleh para penegak hukum. Secara teoritis bahasa hukum harus jelas, eksplisit, dan tanpa kecuali agar dalam penerapanya memiliki kepastian hukum. Akan tetapi, dalam penerapanya bahasa hukum itu juga bersifat bertafsir banyak dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Bagi ahli bahasa, biasanya dipandang bercirikan menggunakan kalimat yang panjang dan berbelit-belit, menggunakan kosa kata yang berbeda dari bahasa sehari-hari, dan tidak jelas maksudnya. Hal ini selalu menjadi keluhan setiap kongres bahasa. Akan tetapi, dengan perspektif forensik linguistik seharusnya dapat dipahami mengapa hal itu terjadi, dan ini justru menjadi lahan kajian untuk menguraikannya. Dalam perspektif AWK, terdapat upaya penggiringan oleh polisi, jaksa, hakim, dan penasihat hukum terhadap para pihak (terdakwa, saksi, penggugat, tergugat) sesuai dengan kepentinganya masing-masing. Oleh karena itu, ini menjadi menarik untuk lahan penelitian bagaimana polisi memeriksa para pihak sampai menjadi dokumen berita acara pemeriksaan, bagaimana jaksa mengkonstruksi dakwaan, bagaimana terdakwa dan/atau penasehat hukumnya menyusun eksepsi atau pledoi, dan akhirnya bagaimana hakim menjatuhkan vonis dengan argumentasi hukum dan bukti-bukti persidangan. Oleh karena itu, para penganalisis wacana sudah saatnya mengkaji bahasa hukum dengan memasuki ranah penegak hukum, dari pemeriksaan polisi sampai sidang pengadilan digelar. Hal ini akan lebih bermakna bila ada kerjasama dengan kepolisian, kejaksaan, dan juga para ahli hukum. Temuan-temuannya akan sangat bermanfaat dalam mendidik para polisi, calon-calon jaksa, hakim, dan penasehat hukum," jelas Purnomo. Sedangkan bagaiamana AWK dalam pembelajaran. Purnomo mengatakan ada dua dimensi, yaitu penggunaan AWK untuk menganalisis interaksi kelas dan penggunaan AWK sebagai strategi pembelajaran bahasa dan sastra yang memberdayakan siswa. (YO***) |