BERITA DAN INFORMASI |
14 Dokter THT Layani 7,5 Juta Jiwa
Sabtu, 31 Oktober 2009 | [12116 Dibaca]
Provinsi Sumatera Selatan memiliki 15 kabupaten/kota dengan jumlah penduduk 7,5 juta jiwa lebih. Dari jumlah ini, ternyata Sumsel hanya memiliki 14 orang dokter spesialis telinga, hidung, tenggorokan (THT) yang umumnya berkumpul di Palembang. Akibatnya, penanganan gangguan telinga di masyarakat luput dari perhatian pemerintah sehingga terjadi ketulian dini. Secara nasional jumlah dokter THT yang mendalami otologi (telinga) sebanyak 800 orang, sedangkan yang hadir di PITO ke-4 kemarin, Kamis (29/10) sebanyak 470 orang dokter. Dalam sejarah PITO ini, baru Palembang lah, kota pertama yang paling banyak dihadiri dokter ahli soal telinga. Oleh karena itu, Asisten III Setdaprov Sumsel dr H Aidit Aziz saat membuka pertemuan ilmiah tahunan ini memberikan aspresiasi kepada panita lokal dan dinilai sukses menyakinkan dokter luar Sumsel untuk hadir. Usai pembukaan, Ketua Panitia PITO ke-4 dr Hj Ablah Ghanie, Sp-THT (K) mengatakan, pertemuan dokter-dokter ahli telinga ini sangat penting karena mengenalkan teknologi terbaru untuk membebaskan masyarakat dari ancaman ketulian. Otologi merupakan sembilan dari cabang bidang THT, dari 14 dokter THT yang ada di Sumsel ini hanya satu orang yang mendalami otologi. Sementara dari sisi jumlah, Sumsel baru memiliki 14 dokter di Palembang sedangkan di 14 kabupaten/kota lainnya kosong. "Sumsel minim jumlah dokter THT," kata Ablah. Minimnya jumlah dokter THT karena regulasi pemerintah daerah terhadap dokter THT sangat rendah. Rekrument dokter THT tanpa peralatan medis akan sia-sia saja. Contoh kecil saja, untuk melakukan operasi telinga dibutuhkan mikroskop, tanpa peralatan akan membahayakan pasien. "Alhamdulillah, kini sudah ada 22 dokter residen yang mengambil spesialis THT," katanya. Ditanya jumlah ideal dokter THT yang harus dimiliki Sumsel, Ablah mengatakan, 40 orang dokter THT dimiliki Sumsel sudah cukup, dengan catatan menyebar tidak menumpuk di Palembang. "Telinga sangat penting, tidak bisa dianggap sepele," katanya. Ablah juga mengkritik adanya opini masyarakat yang masih keliru terhadap THT. Padahal, telinga sama dengan "Orang tidak malu memakai kacamata saat matanya kabur, tetapi orang merasa malu memakai alat bantu pendengaran yang dipasangkan di daun siput telinga," katanya.
|