KOMPUTERISASI PEMERIKSAAN HASIL UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2012/2013
Sabtu, 27 April 2013 | [665706 Dibaca]
Tanpa terasa sepuluh hari telah berlalu sejak UAN SMA dimulai 15 April lalu, berbagai pendapat dan wacana terlontar dari berbagai kalangan, baik yang peduli dengan pendidikan maupun yang hanya melihat momentum ini sebagai media untuk mengekspresikan diri. Bagi para Siswa, orang tua siswa, Guru, dan personal yang terkait dengan keberhasilan siswa, saat ini merupakan prioda panjang penantian hasil UAN.
Berbagai isu bermunculan pada saat sebelum, sedang dan setelah pelaksanaan UAN. Isu utama yang muncul adalah kebocoran soal, kemudian nomor paket yang dapat terbaca dengan barcode reader sehingga kemungkinan siswa mendapat bantuan jawaban soal pun menjadi isu yang terus bergulir, dan akhirnya LJUN yang berkualitas tidak sebagaimana tahun lalu menjadi polemik dan menimbulkan kekhawatiran dikalangan orang tua, siswa, guru dan masyarakat umum, akankah LJUN tersebut dapat dipindai.
UN yang kredibel, jujur dan berprestasi merupakan impian seluruh insan pendidikan, berbagai upaya dilakukan untuk dapat mencapai hal tersebut. Memperbanyak varian soal atau paket soal, dan penggunaan barcode untuk menandai nomor paket adalah upaya cerdas yang dilakukan untuk mencapai UN yang kredibel, jujur dan berprestasi. Dengan cara ini, hampir tidak mungkin bagi peserta untuk mendapat bantuan dari luar dalam menjawab soal yang diujikan, kecuali setiap siswa didampingi oleh seorang joki.
Meski sekolah dapat membaca barcode nomor paket yang ada dinaskah maupun LJUN, namun karakter yang terbaca tidak akan berarti apapun, karena nomor paket hanya dapat diketahui dengan cara tertentu dan hanya personal yang sangat terbatas yang mengetahui cara membaca nomor paket tersebut.
Kondisi LJUN yang tidak sebaik LJUN pada pelaksanaan tahun-tahun sebelumnya, menjadi sesuatu yang menakutkan bagi siswa, guru dan orang tua siswa. Namun kekhawatiran ini sangat tidak beralasan, karena dua prinsip pemindaian LJUN, yaitu: 1. Tidak merugikan peserta; dan 2. Semua peserta yang mengikuti ujian harus mendapatkan nilai, menjadi jaminan bagi peserta UN mendapatkan hasil terbaik dari kerja keras dan kejujurannya.
Kata ‘Tidak Merugikan Peserta’ berarti kerja keras bagi tim pemindaian. Jawaban peserta harus dapat terbaca dengan benar. Jika jawaban peserta tidak dapat terbaca, pemindai harus memperbaiki dan melakukan pemindaian ulang. Jika jawaban peserta terbaca ganda, karena kotor/menghapus tidak bersih, petugas pemindai harus menebalkan bulatan yang menjadi jawaban peserta atau membersihkan hapusan, dan untung saja Jika jawaban peserta memang kosong/tidak menjawab, petugas tidak boleh mengisi jawaban pada LJUN.
Kata ‘Semua peserta yang mengikuti ujian harus mendapatkan nilai’ berarti kerja lebih keras lagi bagi pemindai. Jika peserta, salah dalam menghitamkan nomor peserta, petugas harus membetulkan isian nomor peserta pada LJUN. Jika ada LJUN yang tidak bisa dibaca karena cetakan yg tidak baik, petugas harus menyalin ke LJUN pengganti membuat berita acara dan menyimpan LJUN asli dan pengganti secara bersama. Untuk kebutuhan pemindaian Unsri telah menyiapkan dua jenis mesin pemindaian, yang memiliki karakteristik dan kinerja yang dapat mendukung terlaksananya pemindaian secara baik.
Lalu masih perlukah orang tua siswa, siswa, dan guru khawatir dengan hasil UN?. Bila guru telah berupaya keras mendidik siswa sesuai kurikulum yang dipedomani, siswa telah melakukan bagiannya, belajar, berdoa dan bekerja secara baik dan jujur, dan komputerisasi pemeriksaan hasil ujian nasional telah dilakukan dengan dua prinsip diatas yang seharusnya dapat mengeliminasi kekhawatiran tersebut. Semoga UN yang kredibel, jujur dan berprestasi dapat segera kita capai, dan bila semua sudah mau jujur, mungkin UN secara nasional tidak diperlukan lagi, sekolah dan daerah dapat berperan melaksanakan UN sendiri. (hmy)
|