PENDIDIKAN |
Tanggapan Tulisan “Mengaudit Sekolah Gratis”
Kamis, 30 Juli 2009 | [13703 Dibaca]
Alinea kesebelas tulisan Prof Amzulian Rifai, PhD Dekan Fakultas Hukum Unsri dengan judul "Mengaudit Sekolah Gratis" yang terbit di sripoku.com online, Selasa (21 Juli 2009), mengajak publik terjebak pada penolakan sekolah gratis, kita simak bersama tulisannya sebagai berikut. Pertanyaannya mengapa justru "hanya" di Kota Palembang dimana hampir seluruh SMAN tidak menjalankan program sekolah gratis? Tentu jawaban atas pertanyaan ini bisa saja macam-macam. Apalagi jika berbaur dengan sakwasangka yang terkadang ngawur. Ada beberapa kemungkinan faktor penyebab yang semestinya menjadi perhatian pemerintah daerah. Pertama, lemahnya koordinasi antara Pemkot Palembang dengan Pemprop Sumsel. Dalam hal ini tentu saja dinas pendidikan kedua pemerintahan tersebut. Mestinya kedua pemerintahan tidak jalan sendiri-sendiri. Sibuk menafsirkan keinginan masing-masing yang pasti bermasalah dalam tahapan implementasinya. Seharusnya kedua kepala dinas duduk bersama membahas rencana pelaksanaan sekolah gratis secara intens. Di era otonomi daerah tidak lagi ada hubungan hierarki antara kepala dinas sejenis di provinsi dengan kepala dinas kabupaten/kota. Kalimat hampir seluruh SMAN tidak menjalankan program sekolah gratis yang dimaksud agaknya mengambang kalau yang dimaksud Prof Amzulian di Kota Palembang. Tentu ada benarnya kalau yang di maksud di seluruh Sumatera Selatan. Semetinya tidak demikian, kita lihat di Kabupaten Banyuasin seluruh SMAN menerapkan program sekolah gratis, kalau Prof Amzulian mengacu pada kesepakatan-kesepakatan orangtua/wali murid dengan komite sekolah, tentu itu diluar ketentuan pemerintah, sebut saja baju olahraga, pakaian seragam kehususan sekolah, asuransi, dan lain sebagainya. Penerapan sekolah gratis di tingkat SLTA adalah tahap awal, masih banyak kelemahan dalam inflementasinya tentu itu kita semua memakluminya. Simak saja berkenaan dengan BOS saat awal diterapkan tentu pro dan kontra terjadi. Tetapi perlu kita sadari bahwa sekolah gratis di Sumatara Selatan lahir dari sebuah proses politik yang mahal, kita hargai, mari kita berikan solusi dan masukan yang berarti buat pemerintah provinsi. Tentu saat ini pemerintah provinsi sedang membuat formulasi yang tepat untuk implementasi penerapan program sekolah gratis kedepan. Melalui tulisan ini juga sebaiknya pada tahun depan 2010 pencairan dana bantuan pengganti uang komite tersebut dicairkan awal Juli. Dengan dicairkan dana tersebut pada awal Juli, dimungkinkan pihak sekolah dapat mengalokasikan berbagai kegiatan yang telah diprogramkan. Dan tentu pembuatan program kerja sekolah diawali pada bulan Januari yang perencanaannya tentu pada bulan sebelumnya. Jika kita lihat pencairan dana BOS yang jatu pada bulan April, Juli dan seterusnya. Jadi pihak sekolah sepatutnya jalankanlah dahulu program sekolah gratis dengan ketentuan yang berlaku, dan jangan sampai program yang perpihak dengan rakyat banyak ini, menjadi kabur dengan ulah oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Bukankah BPKP dalam waktu dekat akan mengaudit sekolah tersebut, dan bukan tidak mungkin pulah akan banyak kepala sekolah yang menjadi pesakitan di meja hijaukan. Malakukan audit sekolah gratis pada saat ini dengan melihat fenomena yang terjadi perlu dilakukan, hasilnya akan nampak apakah sekolah yang mengaku telah berstatus SSN (Sekolah Standar Nasional) atau rintisan sekolah bertaraf Internasional (SBI) dengan dalih itu sehingga boleh memungut biaya dari siswa. Karena sejauh ini rintisan sekolah katagori mandiri dan sekolah standart nasional SKM/SSN, baru sebatas bantuan dana blockgrant dari Depdiknas. Untuk mendapatkan dukungan dana dari pemerintah pusat tersebut maka sekolah yang ditunjuk sebagai SKM/SSN dan RSBI diminta oleh Depdiknas untuk mencarikan dana pendamping sebagai salah satu syarat serta dukungan pendanaan secara tertulis dari pemerintah kabupaten/kota. Pelanggaran Perda Tetapi yang membuat runyam, dana yang diharapkan dari pendampingan kabupaten/kota tersebut tidak muncul, maka pihak sekolah meminta kepada orangtua dan dunia usaha sebagai dana dukungan orangtua siswa agar dana bantuan blockgran SKM/SSN tersebut tetap diterima, Itulah kekuatan pihak sekolah untuk meminta dana dari orangtua dengan mengatakan sekolah telah SKM/SSN dan RSBI tetapi secara nyata lihatlah dan auditlah dimana ada dokumen yang menguatkan semua itu dan lihatlah ke delapan standar yang dimaksud. Oleh sebab itu mari kita menahan diri untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap Perda dan Pergub tersebut. Pemerintah Provinsi Sumsel tentu tidak tinggal diam dengan apa yang dilakukan pihak sekolah dengan dalih SKM/SSN RSBI memungut dana dari orangtua siswa. Hanya untuk kepentingan pendampingan/share maka pihak sekolah harus sejujurnya mengatakan kalau dana dari pemerintah pusat itu untuk terus diterima, maka pemerintah daerah harus mengeluarkan dana share/berbagi sebagai pendamping dana bantuan sekolah gratis. Ini dimungkinkan supaya tidak terjadi lagi pungutan dengan dalih apapun dan sekolah gratis akan berjalan mulus dan status SKM/SSN dan RSBI tetap ada keberadaanya dan dana bantuan depdiknas akan lancar. Selain itu, audit jangan malah memunculkan persoalan baru. Misalnya, justru kita disibukkan dengan beberapa penyelenggara sekolah yang masuk penjara atas dasar audit itu dengan berbagai implikasinya. Mestinya difahami bahwa ada kekhasan manajemen sekolah. Tidak sama dengan manajemen bisnis pada umumnya. Sriwijaya Post |